Anak-anak di jalur Gaza makan dari dapur darurat donasi. Penurunan dan pemblokiran bantuan, termasuk bahan makanan, menyebabkan kelaparan pada anak-anak dan warga sipil dewasa. REUTERS/Hatem KhaledJakarta - Hasil studi hukum internasional dari University of Oxford dan University of Tufts baru-baru ini mendesak dunia internasional untuk meredam Perang Gaza dan menyetop bantuan ke Israel. Dunia internasional diminta untuk tidak sekadar berhenti di tahap menilai apakah kejahatan perang sudah terjadi atau belum. Penulis studi, Profesor Keamanan Global Janina Dill dari Blavatnik School of Government, University of Oxford dan Tom Dannenbaum dari Fletcher School, University of Tufts menilai peran hukum untuk meredam konflik saat ini tertahan oleh terlalu banyak fokus pada ambang batas kejahatan perang retrospektif atau runtutan yang sebelumnya terjadi. Baca juga: 11 Gedung Sekolah di Gaza Diserang Israel pada September 2024, Anak-anak Jadi KorbanBaca juga: Begini Perjuangan Mahasiswa di Gaza untuk Belajar Selama Okupasi IsraelFungsi Hukum untuk Korban Jiwa dalam Perang GazaStudi Dill dan Dannenbaum menunjukkan bahwa konflik di Gaza telah menghasilkan banyak korban jiwa. Untuk itu, diperlukan hukum humaniter internasional untuk melakukan tiga fungsi penting yang sering diabaikan: Memberikan bimbingan (ex ante): Memberikan arahan kepada negara dan individu agar dapat mencegah pelanggaran hukum di masa depan.Evaluasi pihak ketiga: Memberikan kesempatan kepada negara-negara lain untuk menilai tindakan pihak-pihak yang terlibat secara langsung dan memastikan bahwa mereka tidak mendukung kejahatan perang.Akuntabilitas (ex post): Meminta pertanggungjawaban atas pelanggaran yang sudah terjadi melalui proses hukum di pengadilan.Pelanggaran Hukum InternasionalDalam penelitian tersebut tercatat bahwa baik Hamas maupun Israel telah melakukan pelanggaran hukum internasional. Namun, pelanggaran Hamas jarang dibantah, sedangkan pejabat Israel terus-menerus menyatakan pihaknya tidak melanggar hukum internasional. "Kerusakan yang terjadi di Gaza sangat besar, tetapi pejabat Israel tetap menyatakan bahwa mereka mematuhi hukum internasional, dengan dukungan beberapa ahli hukum," jelas penulis studi, dikutip dari laman University of Oxford. Dill dan Dannenbaum tidak setuju dengan klaim Israel soal mematuhi hukum internasional. Sebab, Israel mengepung Gaza dan mengakibatkan bencana kelaparan. "Jika satu-satunya cara membuat militan kelaparan adalah dengan turut menyengsarakan penduduk sipil, maka tujuan tersebut tidak dapat dibenarkan," tulis mereka. Dill dan Dannenbaum menekankan bahwa hanya karena tujuan operasi militer Israel adalah untuk melindungi warga sipilnya, bukan berarti tindakan tersebut tidak melanggar hukum. "Pelanggaran hukum dapat terjadi tanpa harus ada akibat seperti kematian atau kelaparan yang dialami warga sipil (Gaza)," tulis para peneliti. Situasi ini menurutnya mendesak agar hukum diterapkan secara ketat untuk mendorong Israel dan negara lain menghentikan bantuan material. Jangan TeralihkanDalam diskusi mengenai kejahatan perang, kritik sering kali menekankan tindakan tertentu dengan istilah yang lebih berat. Kebiasaan ini berisiko mengalihkan perhatian warga dunia dari isu-isu yang lebih mendesak, seperti keselamatan warga sipil Gaza. Sementara itu, pembela tindakan militer Israel sering kali meminta penundaan penilaian sampai semua fakta dapat diklarifikasi. Namun, Dill dan Dannenbaum berargumen bahwa hukum humaniter internasional harus tetap berfungsi untuk membatasi tindakan dari kedua belah pihak. Hukum internasional juga harus membantu negara lain dalam menilai situasi ini. Hasil studi mereka, International Law in Gaza: Belligerent Intent and Provisional Measures, dapat diakses di sini dan di sini. Video: 16 Warga Palestina Tewas dalam Serangan Israel di Tulkarem |